Pernah liat salah satu iklan pil kontrasepsi, yang menggambarkan ada pasangan yang punya ibu selalu nanya "Kapan?"
Pas lagi pacaran nanya "Kapan kamu kawin? pas udah kawin terus nanya "kapan punya rumah" pas udah kebeli rumahnya nanya "Kapan kamu punya anak?, pas udah punya anak nanya "Kapan punya adek lagi?" Endingnya siy si pasangan bisa jawab "Kami KB bu.."
Kalau di iklan siy berenti sampe situ, di dunia nyata?jawab gitu bisa jadi panjaaaaaang lebaaaaaar dibombardir dengan nasehat atau bahkan pertanyaan lainnya *sigh tapeeeeee deey*. Pernah merasa ditanya pertanyaan semacam itu? dan mulai merasa bosan atau bingung menjawabnya karena frekuensinya mulai meningkat?
Tenang, anda tidak sendiri hehe, pertanyaan semacam itu emang lagi tren buat remaja seumuran gw keknya ya haahaha (remaja mane neeeeng). Kalo ditanyainnya sesekali masih ok, atau ditanya sama temen yang lamaaaaaa banget ga ketemu rasanya masih asik-asik aja ya kita jawabnya, kan emang lama nggak ketemu dan pengen update-an terbaru dari kita. Nggak akan berasa gengges juga kalau kita dalam kondisi udah kawin, udah punya anak, udah punya rumah, udah punya anak lagi blabluble. Sebaliknya, kalau kondisinya berencana aja belum atau pengen tapi emang blom rizkinya? maaaaaaaak udah mulai bosen jawab dan mulai keabisan ide variasi jawaban apa. Mulai dari jawaban standar "blom niy.." ato "doain ya..." ato "emang blom pengen..." (nah variasi jawaban yang terakhir ini ternyata me-lead kepada pertanyaan lainnya dan kadang nasehat panjaaaaaang hehehe jadi gw ga akan jawab pake itu lagi). Paham siy kadang-kadang pertanyaan itu timbul tanpa yang nanyapun menyadari, basa-basi gitu. Tetep ya bok berasa gimana gitu, kadang gw jadi mikir nggak ada pertanyaan lain yang lebih ciamik ya...
Kadangkala ada efeknya juga sering-sering ditanya hal yang samaaaa berulang, opini public kadang bisa menggiring kita jauh dari pemahaman/pikiran kita sendiri (tssaaaaah susye bok ngejelasinya). Gini deh, semisal yang gw rasain, dari seringnya gw ditanya, dinasehatin macem-macem, efeknya bisa bikin gw labil, cenderung nggak PD sama apa yang gw yakini based on alasan yang (menurut gw) logis. Awalnya gw ma MI blom terlalu yang gimana-gimana tentang keinginan punya baby. Bukan nggak pengen, tapi lebih kepada karena kita ngerti kondisi jarak diantara gw ma MI yang mempengaruhi faktor probabilitas berhasil ato nggaknya usaha gw ma MI. Dilain pihak kami sangat-sangat memahami yang namanya kehendak tuhan (secara pada gw terbukti sekali berkaitan sama kepindahan MI ke Jakarta yang emang out of nowhere and when tiba-tiba terjadi). Kami ngga perlu khawatir atas apapun yang dijalanin, toh semua ada maksud dan udah diatur kapan saat yang tepat datangnya. Cukup logis kan? Tapi dengan banyaknya dan seringnya pertanyaan ato nasehat bisa bikin gw atau bahkan MI kepikiran, jangan-jangan anu, jangan-jangan inu, ah masa siy, ah nggak ah...ribet, nggak asik hihihi.
Eniho notes to myself, mulai hati-hati juga berbasa-basi, nggak lagi nanyain hal yang sensitif ke orang laen, karena bisa jadi pada hari yang sama nggak cuman gw yang nanya hal yang sama dan gw tau nggak enaknya ditanya hal yang sama mulu. Terus gw bs tetep yakin kalau semua ada waktunya dengan pada saatnya bakal ngerasain yang luar biasa.
Semoga semakin kesini gw bisa makin bebal ya, toh gw yakin bahwa semua itu ada waktunya yang bener-bener tepat buat kita nerimanya. . Hei kau yang diluar sana mengalami hal yang serupa? syemangaaaaat !!.
0 Responses to Kapan...?